Pengusaha Eropa Bongkar Hambatan Utama Investasi di RI
Sulteng, PaFI Indonesia — Ketua European Business Chambers of Commerce (EuroCham) Indonesia Francois de Maricourt mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi investor Eropa saat ingin menanamkan modal di Indonesia.
Ia menyoroti birokrasi dan belum adanya perjanjian perdagangan sebagai hambatan utama.
“Salah satu tantangan umum yang disebutkan oleh anggota kami dan calon investor adalah birokrasi. Sayangnya, di Indonesia masih ada banyak regulasi dari berbagai entitas,” ujar Francois di Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta, Senin (9/12).
Menurutnya, penyederhanaan proses investasi menjadi langkah penting untuk menarik lebih banyak investor dari Eropa.
“Salah satu usulan kami adalah bagaimana Indonesia dapat menyederhanakan beberapa proses investasi karena ini akan sangat membantu menarik lebih banyak bisnis dan investasi,” katanya.
Francois juga menyoroti pentingnya Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA)
yang belum kunjung ditandatangani setelah lebih dari delapan tahun dalam tahap negosiasi.
“Saat ini, beberapa perusahaan di Indonesia sulit bersaing karena belum ada tarif khusus untuk perusahaan Indonesia karena CEPA belum ditandatangani. Kami sangat berharap akan ada kemajuan dalam penandatanganan perjanjian perdagangan Indonesia-UE ini karena ini sangat mendukung aliran perdagangan dan investasi,” tambahnya.
Dalam kesempatan sama, Francois menyampaikan harapannya agar IEU CEPA dapat segera difinalisasi pada tahun mendatang.
“Kami berharap bahwa di bawah pemerintahan sebelumnya kami dapat menyelesaikan perjanjian ini dan menandatanganinya. Namun sayangnya, itu belum tercapai. Menteri mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memajukan hal ini. Jadi, saya berharap, mudah-mudahan tahun depan perjanjian ini bisa ditandatangani dan disepakati,” pungkasnya.
Dirinya menyebut risiko non teknis yang dihadapi di Indonesia lebih besar dari tantangan teknologi itu sendiri untuk membangun ekosistem EV.
Terkait birokrasi, Nico menyebut hal tersebut masih dihadapi dan menyebut koordinasi antar kementerian dan departemen menjadi tantangan tersendiri.
Meski demikian, Nico mengakui sejumlah tantangan tersebut merupakan hal yang penting untuk dilakukan demi menjaga proyek dapat terlaksana sebaik mungkin.
“Proses yang kami alami, dari MOU yang kita tanda tangan, sampe framework agreement sampai jadi shareholders agreement itu 4 tahun prosesnya. Padahal di negara lain mungkin segitu udah bisa dibangun,” jelas Nico.
Saat ini, dirinya berharap Indonesia mampu memanfaatkan momentum dengan perbaikan birokrasi demi percepatan investasi di ekosistem EV.
“Jadi ini momentum dimana kita punya critical mineral, rich resoures tapi kita late in the game,” pungkas Nico.